NAMA Gunung Sibayak dengan ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut (mdpl) tidak saja dikenal sebagai gunung aktif yang menarik minat wisatawan nusantara dan mancanegara. Lebih dari itu, gunung yang juga dikenal banyak memakan korban wisatawan nusantara maupun mancanegara yang mendaki, sekaligus tempat bersemayamnya rongsokan lima jenis pesawat terbang.
Catatan Waspada, ke lima rongsokan pesawat terdiri Tiga
pesawat udara dan dua helikopter. Ketiga pesawat ini, Foker 28 milik
maskapai penerbangan Garuda Jurusan Palembang-Medan yang hancur setelah
menabrak sisi Timur Gunung Gunung Sibayak pada 1978, Hercules C 130
milik TNI AU menabrak kawasan Embusan Sigedang Gunung Sibayak, dan
pesawat komersil Garuda jenis Airbus, yang jatuh setelah menabrak
pepohonan di kawasan Buah Nabar di balik Gunung Sibayak pada 1997.
Sedangkan dua helikopter masing-masing, milik perusahaan Pertamina yang jatuh dikawasan deleng
Singkut pada 1975, serta helikopter TNI AD jenis Bolcow BO 105 yang
dinyatakan hilang 22 Agustus 1994, dan ditemukan reruntuhannya pada 2
April 1996.
Semua korban kecelakaan
pesawat umumnya meninggal duniadan dievakuasi tim SAR, namun reruntuhan
bangkai pesawat tetap dibiarkan bersemayam di dalam hutan kawan Gunung
Sibayak. Hal ini terpaksa dilakukan karena medan dilalui cukup berat,
sehingga untuk penyidikan biasanya yang dibawa keluar hanya beberapa
keping reruntuhan pesawat.
Daerah Terlarang
Peristiwa
pesawat naas yang melintasi kawasan Gunung Sibayak, banyak dikaitkan
masyarakat dengan cerita mistis masyarakat Desa Doulu, Kec. Berastagi
dan Desa Semangat Gunung, Kec. Simpang Empat tentang daerah terlarang di
kawasan Deleng Pertekteken .
Menurut
cerita masyarakat kedua desa, wilayah Deleng Pertekteken dianggap
banyak masyarakat sebagai tempat suci dan bersemayamnya seseorang yang
memiliki ilmu pengobatan yang cukup tinggi, lazim disebut "Guru Pertawar
Remai" yang melakukan sumpah dan meletakan seluruh ilmu yang
dimilikinya karena lupa mengobati kedua anak gadisnya bernama Tandang
Suasa dan Tanda Kumerlang yang meninggal dunia karena sakit.
Lebih mengecewakannya, jasad kedua anak gadis kesayangannya juga tidak
ditemukannya, sehingga Guru Pertawar Remai menjadi kesal, dan menganggap
ilmu yang dimiliknya tidak berguna lagi, lalu
membuang seluruh ilmu pengobatan itu. "Dalam sumpahnya, ada rasa
penyesalan karena melupakan kedua anaknya," ungkap si empu cerita,
sehingga apa saja yang melintasi lau Sibiangsa akan jatuh ke tanah.
Sumpah
ini sering menjadi kenyataan, karena setiap burung yang melintasi
wilayah itu sering jatuh tanpa diketahui penyebabnya. Dan sampai hari
ini, masih banyak masyarakat menyakini cerita itu. "Bahkan tidak jarang
pula masyarakat melaksanakan upacara di lokasi itu hingga kini," ujar
Posman Surbakti, 40, warga Desa Doulu.
Jatuhnya
sejumlah pesawat di kawasan Gunung Sibayak, sering dikaitkan masyarakat
dengan legenda dan sumpah Guru Pertawar Remai, namun bagi
sekelompok masyarakat lain menganggap kejatuhan sejumlah pesawat
terbang di kawasan Gunung Sibayak akibat faktor cuaca yang buruk,
diikuti seringnya kabut tebal melanda daerah pegunungan di karo.
Selain cuaca, posisi lapangan udara Medan yang berada tidak jauh dari
balik Gunung Sibayak bisa menjadi penyebab pesawat terbang langsung
menabrak bagian Gunung Sibayak. Jawabnya terpulang kepada ahlinya, namun
yang pasti evakuasi korban telah dilakukan dan saat ini di kawasan
Gunung Sibayak bersemayam 5 rongsongkan bangkai pesawat terbang dan
helikopter yang menjadi saksi bisu sejumlah peristiwa penerbangan di
Sumatera Utara.Gundaling Hill (Bukit Gundaling)
Sesuai namanya, Gundaling Hill adalah bukit berketinggian 1.575 meter dpl. Suasananya tenang, karena jauh dari keramaian. Warga Kota Medan dan sekitarnya kerap menggunakan kawasan ini untuk tetirah di akhir pekan atau saat musim liburan. Di situ, pengunjung dapat berjalan-jalan mengelilingi taman yang dirindangi aneka pepohonan: pinus merkusii, Toona surei, durian, dadap, rambutan, pulai, hingga aren dan Rotan. Kalau beruntung, kita dapat melihat beberapa jenis hewan seperti monyet, rusa, elang, atau babi hutan. Kalau malas berjalan kaki untuk berkeliling lokasi, tersedia angkutan berupa kuda. Tarifnya lumayan mahal. Rp 60.000 tiap jam. Tapi untuk tujuan yang berjarak pasti, bisa dinegosiasi.
Lantaran bukan hari libur, suasana Gundaling Hill hari itu relatif sepi. Warung-warung makan dan hanyabeberapa kios suvenir yang buka. Tidak mengapa, justru dalam suasana seperti itu kami dapat menikmati keindahan alam secara leluasa. Dari sebuah tempat di situ, kami bisa memandang kembali Gunung Sibayak, Gunung Sinabung dan beberapa gunung kecil lain yang seperti bermunculan di dataran mahaluas. Elok dan menggetarkan.
- Nama : G. Sibayak
- Nama Lain : G. Rangkap Sibayak
- Nama Kawah : Kawah Sibayak I dan Sibayak II
- Lokasi : Koordinat/ Geografi : 97"30'BT dan 4"15'LS .
- Ketinggian : Puncak lk 2.094 m dpl
- Tipe Gunungapi : Strato (berlapis), mengandung banyak lava dan disebut pula G. Rangkap Sibayak 2.094 dan G. Pitno 2.212. Gunung ini termasuk salah satu gunungapi aktif tipe B, di Sumatera Utara, karena gunungapi tidak memperlihatkan kegiatan magmatiknya sejak tahun 1600 sampai sekarang.
0 comments:
Post a Comment